Ternyata, menyusui itu bukan cuma perkara buka kancing daster lalu menyodorkan payudara, ya. Bahkan, sejak awal memutuskan menjadi seorang breastfeeder, gue nggak kebayang kalau menyusui itu seberat ini.
Kalau ada yang bilang, menyusui itu lebih enak daripada kasih dot; dalam hal nggak perlu cuci-keringin botol lalu sterilkan atau beli stok susu formula tiap bulan yang butuh bajet tinggi, tentu saja statement tersebut benar sekali.
Tapi, ada hal-hal yang perlu diperhatikan ketika menjadi ibu menyusui. Pertama tentu saja konsistensi. Sejauh ini gue sudah beberapa kali mengeluh capek, baik direct breastfeeding maupun pumping while working. Bosan juga. Ada kalanya rindu malam-malam di mana gue bisa tidur panjang dan nyenyak tanpa sering terbangun karena anak nangis minta nenen.
Ya, pemberi botol susu pun berisiko sering bangun, sih. Tapi, kan, sesekali bisa didelegasikan ke orang lain untuk buat susu hehe (diamuk ibu-ibu pemberi botol susu). Tanpa bermaksud menganggap tugas gue paling berat atau menyinggung pilihan lain seorang ibu, ya. Pasti tiap Ibu apa pun pilihan pemberian susunya ngalamin fase capek
Apalagi kalau ingat perjalanan untuk menggenapi “keharusan” memberi ASI ke Arsa masih panjang. Arsa baru mau berusia 9 bulan. ASI seharusnya diberikan hingga anak berusia 2 tahun. Berarti setahun 3 bulanan lagi, ya, journey to the west mencari keberhasilan S-3 ASI itu tercapai. Tapi, setelah dulu menargetkan lulus ASIX (6 bulan) dan Alhamdulillah berhasil, gue “hanya” menargetkan paling tidak Arsa lulus S-2 ASI dulu (1 tahun). Nanti akan gue usahain lagi, lah, sampe Arsa 2 tahun. Insya Allah.
Kadang bosan juga, sih, pumping tiap jam sekian di kantor. Rutinitas yang sudah jadi keharusan. Meski, gue bisa sambil Youtube-an sambil pumping, or Twitter-an, Instagram-an, dll. Kantor menyediakan ruang untuk pumping, meski sesekali harus rebutan sesama ASI pumper lain, sama yang punya ruangan, dll. Sesekali, demi kekonsistenan ini, gue juga harus pumping di ruang meeting ketika ketemu penulis, pumping di mobil kantor dalam perjalanan pulang dari bertemu penulis, pumping di bioskop ketika pertama kali keluar hanya berdua suami, dan berusaha pumping anywhere lainnya karena stok ASIP Arsa yang memang “nyaris kejar tayang”.
Dulu, waktu mengejar ASIX, lebih hectic, ya, gue, tuh. Sampai ASI yang netes harus ditampung segala demi ASIP Arsa besok. Alhamdulillah, sejak Arsa mulai MPASI, stok mulai sedikit aman. Tapi tetap harus konsisten. Karena rezeki ASIP gue memang bukan yang berkulkas-kulkas itu. “Cuma” cukup untuk 2 harian, lah. But it’s ok. Gue selalu berusaha menerapkan prinsip “yang penting cukup, bukan banyak-banyak”. Meski tetap aja isi freezer ASIP yang berjibun, tuh, bikin envy, ya. Kayak; enak banget sesekali bisa skip jadwal pumping atau pergi tanpa anak tanpa mikirin ganti stok ASIP yang terbatas. Hey, mungkin ini yang ngebuat gue dikasih rezeki ASIP nyaris kejar tayang, ya. Karena Allah tahu gue akan lalai pumping kalau dikasih rezeki ASIP yang buanyak.
Berusaha mengingat-ingat aja hal kayak; nggak semua orang diberi anak, nggak semua orang diberi kesempatan ngasih ASI (karena alasan apa pun), nggak semua orang punya support system yang cukup untuk memberi ASI, dll. Iya, gue pun pernah mengalami yang namanya bentrok pendapat dengan orang terdekat atau lingkungan, bahkan hingga soal MPASI sekarang. Tapi sejauh ini, masih aman dan gue masih bisa menyusui juga masak MPASI. Meski namanya juga manusia, ya, ada aja sisi kurang bersyukurnya dan masih ngeluh. Kayak gue sekarang dan (pernah) sebelum-sebelumnya. Capek. Bosan. Pengen cepat berakhir (walau nanti setelah nggak menyusui mungkin gue malah kangen). Kangen nggak kepikiran stok ASIP. Kangen nggak kebangun terus tengah malem sampai sering migrain atau masuk angin karena kancing baju yang nggak ketutup lagi akibat gue ketiduran pas nenenin Arsa. Eh, tapi btw, kayaknya sekarang pola tidur gue sudah menyesuaikan keadaan, sih. Misalnya, tetap sering kebangun meski Arsa nggak nangis minta nenen. Hahaha.. (Gue juga kangen jalan berdua suami. Hiks. Sekarang bisa aja jalan berdua. Tapi tetap harus mikiran ASIP alias pumping dan kepikiran Arsa).
Wah, padahal gue belum mengalami drama puting berdarah segala, nih. Kalau lecet, sih, udah sering. Sekarang, Arsa lagi doyan nenen sambil (dia) tengkurap. Lumayan bikin nyeri karena ketarik-tarik.
Kalau sudah gini waktunya keluar mantra; Gue wajar, kok, ngerasa capek. Gue boleh, kok, ngeluh. Jangan terlalu merasa bersalah. Semua akan berakhir. Semua ada masanya. Dan pada akhirnya, kalau gue udah bener-bener nggak kuat, silakan berhenti menyusui kapan pun gue mau.
…. Tapi nggak kepengen dan nggak tega…